BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Hubungan
Indonesia dengan Malaysia
Hubungan baik antar negara yang
bertetangga memang diperlukan untuk memperat jalinan kerja sama dan mencegah
timbulnya konflik. Hal ini juga dialami oleh Indonesia dengan Malaysia dimana
kedua negara tersebut memiliki sejarah panjang dalam hubungan kenegaraan, baik
dalam lingkup bilateral maupun regional. Seiring dengan proses globalisasi yang
semakin meluas, termasuk dalam kawasan Asia Tenggara, maka terjadi
perubahan pula dalam hubungan kedua negara tersebut. Perubahan-perubahan
tersebut tidak dapat dihindari karena yang memegang peranan penting hubungan
antar negara adalah kepentingan nasional masing-masing negara. Permasalahan pun
muncul ketika kepentingan-kepentingan nasional negara-negara tersebut saling
berbenturan yang pada akhirnya mempengaruhi pola hubungan antar negara.
Termasuk hubungan antaa negara Indonesia dengan Malaysia. Indonesia merupakan
negara yang berbatasan langsung dengan Malaysia, baik perbatasan darat maupun
laut
Dengan demikian selama ini telah terjalin kerja sama atau hubungn dengan negara
Malaysia, karena secara geografis Indonesia dengan Malaysia sangat berdekatan.
Namun pada akhir-akhir ini muncul berbagai permasalahan antar
Indonesia-Malaysia yang mengganggu hubungan kedua negara, baik di bidang
militer maupun non-militer, dan permasalahan tersebut berdampak
pada pertahanan dan keamanan kedua negara karena letaknya yang berdekatan.
Permasalahan yang bersifat Transboundary
dapat menjadi ancaman bagi keamanan dan pertahanan Indonesia dan harus segera
diantisipasi dan diatasi agar tidak merusak hubungan dan kerja sama yang selama
ini telah terjalin dengan baik.
2.2
Kerja
Sama Indonesia dengan Malaysia
Tentang keamanan di perbatasan kedua
Negara. Kerja sama ini dimaksudkan untuk mewujudkan kondisi keamanan strategis
kawasan kedua negara. Pada bidang teknologi di tahun 2002 Indonesia- Indonesia
dan Malaysia telah bekerjasama sejak lama walaupun sempat terjadi ketegangan
hubungan pada saat Indonesia dipimpin oleh Presiden Sukarno sehingga muncul
slogan “ganyang Malaysia!!”. Tetapi setelah konflik dapat mereda hubungan kerja
sama kembali dilakukan untuk memulihkan hubungan baik kedua negara.
Berbagai kerja sama telah dilakukan Indonesia dengan Malaysia hingga saat ini,
sehingga tercipta hubungan baik diantara kedua negara. Kerja sama yang
dilakukan meliputi berbagai bidang antara lain di bidang ekonomi, Malaysia
telah menjalin kerja sama dengan Sulawesi Selatan dan berniat mengembangkannya
di sektor bisnis terutama berniat untuk mengimpor beras dari Sulawesi
Selatan karena beras tersebut kualitasnya hampir sama dengan beras Vietnam.
Di bidang perkebunan kelapa sawit,
Indonesia-Malaysia telah setuju untuk memperkuat pasar, meningkatkan kapasitas
perdagangan, memfasilitasi praktik perdagangan yang adil,
dan berpartisipasi dalam misi investasi dan bisnis. Kedua negara saat ini
menguasai 80 persen produksi sawit dunia dengan 28 juta ton per tahun.
Berkaitan dengan adanya masalah
perbatasan diantara kedua Negara, Tentara Nasional Indonesia dan angkatan
tentara Malaysia kembali melakukan latihan gabungan yang di fokuskan terhadap
pengamanan perbatasan kedua Negara di wilayah Kalimantan. Kedua negara
bersepakat untuk berkordinasi beroperasi bersama Malaysia bekerja sama membuat
satelit mikro yang akan diluncurkan dengan orbit rendah dekat khatulistiwa
Satelit ini akan mendukung penginderaan
jauh di wilayah Indonesia yang sering tertutup awan, sehingga peluang untuk
memotret suatu daerah dalam kondisi bebas awan akan lebih besar. Untuk
menanggapi isu terorisme, Indonesia-Malaysia bergabung dengan Filipina
menandatangani counter-terorrism treaty pada tahun 2002 yang lalu
mengenai pertukaran informasi dan kerja sama melawan terorisme. Hal ini
dilakukan untuk memperkuat kontrol pada daerah-daerah perbatasan dan
adanya pertukaran daftar penumpang pada transportasi udara antara
negara-negara. Beberapa contoh diatas merupakan sebagian kecil dari kerja
sama-kerja sama Indonesia dengan Malaysia yang telah dilakukan selama ini.
Interaksi-interaksi kerja sama kedua negara inilah yang makin mempererat
hubungan antara Indonesia dengan Malaysia.
Kautilya dalam konsep Raja Mandala
mengatakan bahwa Interaksi antar negara baik dalam bentuk konflik atau
kerja sama potensial terjadi pada negara-negara yang berdekatan secara
geografis letaknya berdekatan. Seperti Indonesia dengan Malaysia, dapat
dikatakan ritme hubungan Indonesia-Malaysia cenderung naik turun atau
fluktuatif. Malaysia yang selama ini terkesan “bergandengan” dengan Indonesia,
akhir-akhir ini menjadi memanas terkait dengan permasalahan perbatasan
antar negara baik di laut maupun di darat. Masalah Selat Malaka yang
hingga kini belum jelas statusnya, “hilangnya” Pulau Sipadan-Ligitan yang masih
bagian dari wilayah Indonesia dan usaha Malaysia mengklaim blok Ambalat sebagai
bagian dari wilayahnya. Di perbatasan darat adanya penggeseran patok
perbatasan antara Malaysia dan Kalimantan Timur, ditambah lagi permasalahan
TOC, transboundary issues, yang makin memperkeruh dan mengganggu hubungan
keduan negara.
2.3
Permasalahan
yang di hadapi
1.
Masalah Perbatasan
Seperti halnya negara-negara berkembang
lainnya di kawasan Asia, masalah perbatasan merupakan masalah yang kerap
dihadapi. Tumpang tindih pengaturan ZEE dengan beberapa Negara tetangga juga
berpotensi melahirkan friksi dan sengketa yang dapat mengarah pada konflik
internasional.
Kaitannya dengan hubungan
Indonesia-Malaysia, masalah perbatasan dapat terlihat dalam kasus Selat Malaka
dimana kawasan perairan tersebut diklaim oleh beberapa negara yaitu Singapura,
Malaysia, dan termasuk Indonesia. Kenapa Selat Malaka begitu penting? Karena
Selat Malaka merupakan jalur lalu lintas perdagangan yang menghubungkan antara
negara-negara barat dengan negara-negara timur, sehingga kawasan ini merupakan
kawasan yang strategis bagi jalur
perdagangan. Masalah Selat Malaka sempat akan di internasionalisasikan,
namun tidak jadi karena cukup negara-negara pantai yang menjaga perairan
tersebut, yaitu Singapura, Malaysia, dan Indonesia. Penjagaan Selat Malaka
dilakukan dengan cooperative security, dimana masing-masing angkatan laut
negara-negara pantai melakukan patroli bersama di sekitar wilayah perairan
selat Malaka. Hingga sekarang masih belum jelas status dari Selat Malaka
merupakan bagian dari wilayah negara mana. “Hilangnya” Pulau Sipadan-Ligitan
dan masalah Ambalat Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri
dari 17.504 pulau dan terdapat pulau-pulau terluar yang berbatasan langsung
dengan Malaysia. Namun kondisi geografis tersebuti kurang diperhatikan oleh
pemerintah Indonesia terutama pulau-pulau terluar dari Indonesia. Hal
initerbukti dengan “hilangnya” Pulau Sipadan-Ligitan, kejadian ini membuat
hubungan Indonesia-Malaysia makin memanas. Sebenarnya skenario
“pengambilalihan” Pulau Sipadan-Ligitan telah dipersiapkan sejak lama oleh
Malaysia tinggal menunggu waktu yang tepat dan tiba-tiba pada tahun 2000
Malaysia membawa masalah Sipadan-Ligitan ke International Court of Justice
(ICJ) yang pada akhirnya dimenangkan oleh Malaysia.
Kejadian membuat hubungan Indonesia-Malaysia
merenggang dan slogan “ganyang Malaysia!!” kembali terdengar di Indonesia.
Hubungan RI-Malaysiapun makin tegang dan menyeret konflik yang lebih luas.
Setelah mendapatkan Sipadan-Ligitan, Malaysia berambisi menduduki Ambalat yang
diduga mengandung minyak dan gas bumi yang nilainnya amat besar mencapai
miliaran dollar Amerika krisis hubungan ini dimulai sejak PETRONAS (perusahaan
minyak milik Malaysia) memberikan konsesi pengeboran minyak lepas pantai
Sulawesi yaitu di blok Ambalat kepada SHELL (perusahaan milik Inggris dan
Belanda) yang mengakibatkan hubungan Indonesia-Malaysia mengalami ketegangan
yang mencemaskan. Dengan munculnya isu Ambalat tersebut, barulah Indonesia
meresponnya dengan mengirim armada-armada angkatan lautnya untuk mengamankan
blok Ambalat dan bahkan beberapakali kapal-kapal perang Indonesia dan Malaysia
salilng berhadapan dan nyaris baku tembak namun kedua pihak dapat menahan diri,
jika salah satu pihak mulai menembak maka dapat terjadi perang terbuka antara
Indonesia-Malaysia.
Semua kelalaian pemerintah tersebut
berakibat fatal terhadap utuhnya wilayah NKRI. Pertahanan dan keamanan kita
terlalu berfokus pada aspek darat dan mengabaikan kondisi geografis Indonesia
sebagai negara kepulauan. Pemerintah juga terlalu lama berkutat dalam masalah
ekonomi, politik, korupsi, lalu kurang memperhatikan kondisi pulau-pulau
terluar wilayah Indonesia yang menjadi pintu masuk bagi berbagai ancaman dari
luar sehingga pada saat muncul konflik pada saat itu pula pemerintah baru sadar
dan bertindak untuk mengamankannya.
2. Persoalan
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Ilegal
Masalah tenaga kerja asal Indonesia,
khususnya TKI ilegal, telah sejak lama menjadi ganjalan dalam hubungan
Indonesia-Malaysia. Seperti yang diketahui bahwa Indonesia adalah pemasok
tenaga kerja (baik legal, maupun ilegal) paling banyak ke Malaysia yang
rata-rata bekerja sebagai buruh pabrik atau pembantu rumah tangga. Banyak nya
kejadian penganiayaan, pelecehan seksual, hingga tidak di bayarkan nya gaji
oleh majikan merupakan masalah yang kerap dihadapi oleh para TKI ilegal di
Malaysia dan jika masalah ini diperkarakan secara hukum maka para TKI akan
terbentur status mereka yang ilegal. Memang benar Malaysia akan menghukum semua
tenaga kerja ilegal dari negara manapun. Tetapi tenaga kerja pendatang paling
banyak di Malaysia berasal dari Indonesia (TKI) dan yang menjadi persoalan
mengapa pemerintah Malaysia hanya menghukum para TKI ilegal, bukan menghukum
para majikan yang senang memakai TKI ilegal dan memperlakukan mereka
secarasemena-mena. Pemerintah Malaysia terkesan hanya keras terhadap TKI ilegal
tanpa mau bersikap keras terhadap warganya yang sengaja menjadi penadah TKI
ilegal. Persoalan TKI ilegal termasuk dalam Trans Orginized Crime (TOC) yang
bersifat lintas batas negara sehingga diperlukan pengawasan di daerah
perbatasan, baik di laut maupun darat terhadap lalu lintas penyaluran
penyaluran TKI ilegal. Hal ini untuk menghindari makin banyaknya TKI ilegal
dinegara-negara tetangga. Diplomasi Indonesia dalam melakukan lobi-lobi untuk
membela hak-hak TKI ilegal termasuk kurang “greget”, Indonesia kurang berani
“menekan” untuk membela warganya sehingga masih terdapat TKI-TKI ilegal yang
mengalami pelanggaran HAM. Hingga saat ini, 330.000 TKI yang sudah tiba di
tanah air dengan memanfaatkan amnesti, sementara sekitar 400.000 TKI akan
dideportasi karena tidak memiliki dokumen.
3. Masalah
Ilegal Logging
Indonesia merupakan salah satu negara
yang mempunyai potensi sumber daya alam (SDA) yang sangat besar khususnya
adalah hutan yang dapat memberikan hasil-hasil hutan yang sangat menjanjikan
seperti kayu, rotan, dan lain-lain. Persoalan ilegal logging yang telah lama
terjadi di Indonesia mencuat kembali karena makin banyaknya kayu-kayu Indonesia
yang dicuri dan dibawa keluar negeri. Malaysia yang berbatasan langsung dengan
Kalimantan juga dianggap sebagai “pencuri”hasil hutan Indonesia. Mafia-mafia
kayu tersebut membawa kayu-kayu dari Indonesia dengan cara membeli kayu dan
membiayai pencuri kayu dari Kalimantan dan Papua, yang kemudian makin maraklah
ilegal logging yang didukung dana dari pengusaha kayu Malaysia.
Dengan makin banyak nya kayu-kayu yang
dicuri, Indonesia mengalami kerugian yang sangat besar karena kekayaan alamnya
telah dicuri oleh negara lain. Selain itu ilegal logging juga mengakibatkan kerusakan
lingkungan karena makin banyaknya penebangan liar dilakukan di hutan-hutan
Indonesia. Tidak heran semakin banyak terjadinya penggundulan hutan di wilayah
Indonesia. Lolosnya kayu-kayu curian tersebut tidak terlepas dari lemahnya pada
aparat yang menjaga wilayah perbatasan negara, padahal pada siaran pers
disebutkan bahwa sepanjang pantai utara Jawa telah diselundupkan sebanyak
500.000 meter kubik kayu balak perbulan (setara dengan 500-700 kapal). Secara
global kayu balak yang diselundupkan adalah 10 juta meter kubik. Indonesia
tidak bisa berbuat apa-apa terhadap mafia ilegal logging yang berada di
Malaysia. Pemerintah Indonesia telah menuntut penahanan mafia pencuri kayu
tersebut, tetapi Kuala Lumpur tak mau menghukum warganya seperti selalu melindungi
mafia kayu curian tersebut dan menjual kayu-kayu curian asal Indonesia yang
diberi label legal oleh Kuala Lumpur. Kemudian kayu-kayu curian tersebut dijual
ke Eropa atau Jepang.
4. Masalah
Asap Kebakaran Hutan
Dampak dari kerusakan hutan Indonesia
tak hanya dirasakan oleh Indonesia sendiri tapi juga oleh negara lain termasuk
Malaysia. Salah satunya adalah kebakaran hutan yang terjadi akibat penggundulan
hutan dan ditambah dengan fenomena El Nino yang menyebabkan kekeringan sehingga
menyebabkan kebakaran hutan yang hebat seperti di hutan Kalimantan (kasus tahun
1994-1997) dimana asap dari kebakaran hutan tersebut sampai terbawa ke negara
tetangga karena tertiup angin. Karena luasnya wilayah kebakaran hutan maka
terbentuklah kabut asap yang hampir menutupi beberapa daerah termasuk Malaysia.
Selama kebakaran hutan di Indonesia terjadi, indeks standar pencemaran udara di Malaysia mencapai titik
yang membahayakan. Awan tebal yang menyelimuti disamping udara yang tidak sehat
di wilayah tersebut menimbulkan kemarahan dari masyarakat dan pemerintah
Malaysia. Kabut asap mengganggu kegiatan sehari-hari penduduk Malaysia seperti
jarak pandang yang terbatas dan mereka
harus menggunakan masker jika mereka melakukan kegiatan diluar rumah atau
melakukan perjalanan.
Sekitar 93,2 % rakyat Malaysia tidak
puas dengan sikap pemerintahnya terhadap Indonesia dan banyak yang protes turn
ke jalan rakyat Malaysia menuntut agat pemerintah Malaysia lebih mengupayakan
kritik tegas pada Jakarta atas dampak yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan.
Selain Itu sekitar 60 anggota Partai
Aksi Demokratik (DAP) Malaysia melakukan unjuk rasa di depan kantor kedutaan
besar Indonesia di Kuala Lumpur pada hari jumat (12/8/05). Mereka memprotes
ketidak mampuan Indonesia dalam memadamkan kebakaran hutan yang menyebabkan
negara mereka dilanda kabut asap, juga mengakibatkan hubungan kedua negara
tetangga menjadi terganggu. Hubungan bertetangga memang gampang-gampang susah,
suatu hal kecil dapat menjadi masalah besar jika tidak disikapi dengan baik. Hal
tersebut juga berlaku dalam hubungan antar Negara yang bertetangga seperti
Indonesia dengan Malaysia. Kita memang tidak dapat menciptakan hubungan antar
negara yang netral walaupun negara tersebut dekat dengan kita secara geografis
karena setiap hubungan yang dilakukan antar negara terdapat
kepentingan-kepentingan yang ingin dicapai oleh kedua negara sehingga
mempengaruhi pola hubungan antar negara. Kepentingan-kepentingan tersebut yang
kemudian dibawa dalam berhubungan dengan negara lain tinggal bagaimana kedua
Negara mengatur kepentingan-kepentingannya agar tidak saling berbenturan dan
menimbulkan konflik antar negara. Agar hubungan antara Indonesia dengan
Malaysia dapat berjalan dengan baik, walaupun masih terdapat beberapa konflik
yang tengah dihadapi, Indonesia harus dapat menyiasati hubungan tersebut
sehingga konflik-konflik yang tengah dihadapi tidak berkembang luas dan
diharapkan tidak terulang lagi. Ada beberapa hal yang “seharusnya” dapat
dilakukan oleh Indonesia untuk menjaga hubungannya dengan Malaysia tetap stabil
dan terkendali. Dengan beberapa upaya yang dapat dikembangkan oleh Indonesia,
baik di bidang militer maupun non-militer, maka Indonesia menjadi lebih siap
untuk menjalin hubungan dengan negara lain dan menerima segala kemungkinan yang
dapat terjadi dalam hubungan tersebut.
2.4
Upaya-upaya
yang di lakukan
1. Deterrence
Indonesia perlu mengembangkan konsep
deterrence atau penangkalan. Dengan adanya deterrence ini diharapakan dapat
memberikan dampak psikologis terhadap negara-negara yang akan melakukan
serangan militer ke Indonesia atau melakukan tindakan-tindakan lainnya sehingga
mereka akan mengetahui efeknya jika mereka berani macam-macam terhadap wilayah
Indonesia dan jika terjadi serangan balasan (retaliation). Salah satu langkah
untuk mewujudkan deterrence tersebut yaitu dengan melakukan modernisasi atau
pembangunan kekuatan militer Indonesia.
Tidak hanya sekedar perawatan
persenjataan yang telah ada tetapi kita perlu membeli senjata dan peralatan
tempur lainnya yang modern juga memiliki teknologi yang canggih untuk
melindungai wilayah NKRI ini. Kekuatan militer Indonesia terutama di bidang
teknologi telah tertinggal jauh.Tetapi jika kita telah memiliki semua peralatan
tersebut, kita jangan sampai lupa untuk menjaga atau merawat nya sehingga jika
sewaktu-waktu dibutuhkan semua peralatan tersebut dapat digunakan dengan
lancar. Indonesia terkadang terlalu sering membangun tetapi lupa untuk menjaga
atau merawatnya. Modernisasi perlu dilakukan, terutama dalam Angkatan Laut (AL)
dan Angkatan Udara (AU) juga stabilisasi dalam Angkatan Darat (AD) untuk
mempertahankan wilayah NKRI dari ancaman yang datang baik dari luar maupun
dalam negeri. Modernisasi di AL harus dilakukan karena kemampuan militer armada
laut kita sangat minim apalagi jika dibandingkan dengan luas wilayah Indonesia,
kapal-kapal Indonesia rata-rata buatan akhir 1960-an dan tahun rekondisi
1980-an.
Dengan demikian apakah armada laut AL
dapat melakukan tugas pengamanan yang menyeluruh? Walaupun secara kuantitas TNI
AL memiliki 114 kapal yang terdiri dari berbagai tipe termasuk 2 buah kapal
selam yang sedang kerepotan suku cadang malaysia sendiri memang tidak unggul
dalam kuantitas armada lautnya, tetapi Malaysia memiliki kapal generasi modern
seperti 2 buah Fregat generasi tahun 1990-an (Lekiu dan Jebat) yang dilengkapi
sistem data tempur modern dalam hal pendeteksian kapal lawan.
Modernisasi TNI AU juga perlu dilakukan
berkaitan dengan pesaat-pesawat yang dimiliki untuk melakukan pengawasan
wilayah Indonesia. Indonesia telah memiliki pesawat-pesawat tercanggih buatan
Rusia, Su-30 dan Su-27.Selain Sukhoi Indonesia juga memiliki F-16 tetapi
menghadapi persoalan suku cadang karena yang tersedia kini tinggal 8 buah dari
sebelumnya 12 buah. Dalam hal kekuatan udara, Malysia juga lebih unggul karena
memiliki Su-30 sebanyak 18 buah, pesawat modern MiG-29 Fulcrum, termasuk
F/A-18D Hornet generasi 1989-1990 buatan Amerika. Pesawat-pesawat tersebut
kelasnya suadah diatas F-16 A/B yang dimiliki TNI AU yang berasal dari generasi
tahun 1970-an.
Dengan kenyataan tersebut, Indonesia
harus memuali membangun kekuatan militernya untuk menjaga wilayah NKRI.
Kawasan-kawasan perbatasan atau daerah-daerah yang dianggap rawan harus dijaga
secara intensif seperti perairan Selat Malaka, Pulau Kalimantan, kawasan Natuna,
dan daerah lain yang berbatasan atau berhubungan dengan negara Malaysia.
Indonesia harus menempatkan armada dan personil-personil militernya yang kuat
dan canggih, karena itulah perlu dilakukan modernisasi/pembangunan kekuatan
militer agar Indonesia memiliki deterrence terhadap Malaysia.
Konsep detrrence bukan berarti tanpa
resiko dapat menimbulkan dampak lain bagi hubungan antar negara. Deterrence
yang diikuti dengan modernisasi/pembangunan kekuatan militer dapat memunculkan
kecurigaan dari negara lain atas pembangunan tersebut. Misalnya, untuk
mendukung modernisasi militer maka Indonesia harus meningkatkan anggaran
belanja pertahanannya dari rata-rata1% PDB menjadi diatas 1% atau 3%-5% dari
PDB agar dapat mengejar ketertinggalannya.
Hal ini dapat direspon oleh negara lain
sebagai ancaman dan ikut membangun kekuatan militer negaranya sehingga
mengakibatkan terjadinya perlombaan senjata (Arms Race) diantara negara-negara.
Yang dapat dilakukan untuk menghindari kecurigaan dan ketegangan, dalam pembangunan
militernya Indonesia harus jelas kearah mana, misalnya bisa kearah
non-provocative defence pengembangan kapasitas pertahanan kita sebenarnya dapat
dilandaskan pada prinsip ini sehingga tidak menstimulasi kekhawatiran negara
lain dan perwujudannya jelas karena kejelasan tersebut sangat penting untuk
meyakinkan masyarakat internasional.
2. Preventive
Diplomacy
Tidak semua persoalan antara Indonesia
dengan Malaysia dapat diselesaikan dengan jalan militer untuk mencapai suatu
penyelesaian. Kebanyakan untuk menyelesaikan masalahnya, Indonesia dengan
Malaysia melakukan hubungan diplomasi untuk membicarakan dan melakukan
lobi-lobi menyangkut permasalahan yang dihadapi kedua negara. Seperti yang
dilakukan Indonesia untuk meminta pengertian dari Malaysia agar mengundurkan
masa amnesti bagi para TKI ilegal. Berbagai upaya diplomasi ditempuh untuk
mencari jalan keluar terbaik bagi kedua pihak tanpa melukai hubungan bilateral.
Namun Indonesia perlu menggalakan upaya preventive diplomacy.
Untuk mencegah segala bentuk permasalahan
yang dihadapi dengan Malaysia berkembang mejadi konflik militer. Dalam
pelaksanaannya, diplomasi yang dilakukan harus diaksanakan oleh orang-orang
yang ahli dalam berdiplomasi dan mengerti akan masalah yang tengah dihadapi
sehingga kepentingan-kepentingan kita dapat tersampaikan dalam berbagai
perundingan menyangkut hubungan Indonesia dengan Malaysia.
Preventive diplomacy perlu dilakukan
Indonesia setidaknya untuk membangun komunikasi dan saling pengertian diantara
kedua negara sehingga Indonesia diharapkan dapat mengantisipasi permasalahan
yang ada agar tidak muncul ke permukaan dan mengakibatkan terjadinya konflik.
Kemungkinan-kemungkinan konflik inilah yang harus dikelola melalui preventive diplomacy.
Selama ini upaya diplomasi Indonesia
dipandang masih kurang dalam menangani masalah-masalah dengan Malaysia. Seperti
yang terjadi pada kasus Sipadan-Ligitan atau permasalahan TKI ilegal.
Pemerintah dianggap terlambat dalam merespon masalah-masalah tersebut.
Preventive diplomacy mencakup berbagai tindakan:
conflict avoidance, preventive action, conflict management, conflict
resolution, dan lain-lain. Semua istilah-istilah tersebut bertujuan sama yaitu
mengelola konlik pada tahap paling awal
dianggap lebih “manusiawi”, tidak mengeluarkan biaya banyak dan lebih
manageable daripada saat konflik tersebut telah menginjak pada tahap yang lebih
maju dan lebih luas. Diharapkan dengan melakukan preventive diplomacy indonesia
dapat menjaga hubungan baik dengan “menekan” konflik-konflik yang akan muncul.
3. Cooperative
Security
Kerja sama keamanan (cooperative
security) memang perlu dilakukan oleh Indonesia, mengingat banyaknya
masalah-masalah yang terjadi di kawasan-kawasan perbatasan Indoesia-Malaysia.
Setidaknya dengan dilakukannya kerja sama kemanan dapat meredam konflik yang
terjadi. Seperti yang dilakukan di Selat Malaka, cooperative security dilakukan
dengan patroli bersama di perairan tersebut dengan begitu Indonesia, Malaysia,
Singapura tidak terlibat dalam peperangan namun penjagaan wilayah yang diklaim masing-masing
negara.
Cooperative security dapat meminimalisir
terjadinya ekskalasi konflik dan meningkatkan kerja sama antar negara di bidang
pertahanan dan keamanan. Masalah piracy, illegal logging, termasuk masalah TOC
dan transboundary issues lainnya memang tantangan besar bagi kita, tapi
merupakan bentuk konflik lain sehingga Indonesia tidak perlu mencurahkan dana
terlalu besar. Indonesia lebih baik melakukan cooperative security dengan
menjaga perairan beramai-ramai mengingat keterbatasan kapasitas pertahanan
maritim Indonesia dengan demikan efisiensi juga dapat tercapai.
Indonesia dan Malaysia juga perlu
mengadakan latihan militer gabungan berkaitan dengan banyaknya masalah kemanan
yang muncul di sepanjang perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia dimana
latihan gabungan ini meliputi aspek darat, samudera, dan angkasa. Diharapkan
dengan adanya latihan gabungan ini hubungan angkatan bersenjata kedua negara
dapat kembali pulih. Di bidang non-militer, Indonesia-Malaysia pernah menjalin
kerja sama dalam mengatasi kasus kabut asap di kawasan Sumatera yang
menimbulkan berbagai masalah di wilayah kedua Negara. Termasuk apakah nanti
akan dibuat hujan buatan atau cara-cara lain disamping pengiriman tenaga untuk
memadamkan kebakaran hutan. Karena sifat kerja sama kemanan ini adalah lintas
batas negara maka perlu dilakukan koordinasi peraturan atau hukum antara
Indonesia dengan Malaysia. Hal ini perlu dilakukan agar dalam penanganan
kasus-kasus seperti piracy, penyaluran TKI ilegal, atau ilegal logging agar jelas
siapa yang berwenang atau bertugas dan bagaiamana penanganan kasus-kasus
tersebut sehingga tidak saling bertentangan satu sama lain. Dengan kata lain
kedua negara harus memiliki sistem untuk bersama-sama mengantisipasi dan
mengatasi persoalan keamanan. Memang tidak semua masalah bilateral
Indonesia-Malaysia dapat diselesaikan dengan cooperative security apalagi jika
menyangkut masalah perbatasan atau klaim-klaim wilayah, tetapi cooperative
security dapat dijadikan langkah awal di lapangan atau dilokasi terjadinya
permasalahan (dispute) agar tidak terjadi konflik yang lebih luas sehingga
Negara dapat menentukan langkah selanjutnya untuk mengatasi persoalan atau
sengketa tersebut. Semua upaya-upaya diatas memang beberapa konsep yang dapat
dilakukan dan bertujuan agar dapat dilaksanakan dalam tindakan riil. Dalam
pelaksanaannya, konsep-konsep itulah yang dapat dijadikan patokan atau acuan
untuk mengarahkan berbagai usaha dan upaya agar membentuk Indonesia yang lebih
kuat dan maju. Indonesia dapat menjadi kuat untuk menjaga wilayahnya (dengan
segala potensinya) dan kepentingannya baik dari segi pertahanan kemanan maupun
dari segi diplomasi. Upaya-upaya yang telah disebutkan diatas merupakan
sebagian kecil dari berbagai upaya yang dapat ditempuh oleh Indonesia dalam
rangka menjaga hubungan baik dengan Malaysia. Jangan sampai kerja sama yang
telah terjalin dengan Malaysia selama ini (baik bilateral maupun dalam lingkup
ASEAN) menjadi goyah. Tidak dapat dipungkir lagi bahwa Indonesia dengan
Malaysia saling membutuhkan satu sama lain untuk memanfatkan potensi-potensi
yang dimiliki asing-masing negara. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah
mengatakan bahwa tidak menutup kemungkinan bagi Indonesia dengan Malaysia utuk
bekerjasama di bidang energi dengan memanfaatkan blok Ambalat. Hal ini
menunjukkan keinginan Indonesia untuk tetap menjaga hubungan baiknya dengan
Malaysia walau sempat terjadi konflik diantara kedua negara. Semua upaya-upaya
tersebut selayaknya dijalankan secara seimbang tidak hanya dititik beratkan pada
salah satu aspek saja sehingga dapat saling mendukung. Jika hanya dititik
beratkan pada salah satu upaya saja dikhawatirkan dapat berjalan timpang atau
tidak sesuai dengan harapan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar